JAKARTA, Pedulibangsa.co.id – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan kemudahan bagi masyarakat dalam menjalankan kegiatan budidaya lobster di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 yang belum lama ini terbit. Kemudahan tersebut untuk mendorong berkembangnya budidaya lobster dalam negeri yang bertujuan pada pertumbuhan ekonomi masyarakat dan peningkatan devisa negara melalui ekspor.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Tb Haeru Rahayu mengatakan, Budidaya lobster adalah village-based industry, artinya sesuai dengan karakteristik usaha dan kemampuan teknis masyarakat pesisir, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang besar
Dalam diskusi daring Bincang Bahari bertajuk Jalan yang Benar untuk Benur, Selasa (13/7/2021).
Sesuai PermenKP 17/2021, segmentasi usaha budidaya lobster di Indonesia terbagi dalam dua segmen usaha meliputi Pendederan dan Pembesaran. Segmentasi tersebut lalu terbagi dalam empat kategori, yakni Pendederan 1, dimana proses budidayanya dimulai dari benur hingga ukuran 5 gram. Kemudian Pendederan II (di atas 5 gram sampai dengan 30 gram), Pembesaran I (di atas 30 gram sampai dengan 150 gram), dan Pembesaran II (di atas 150 gram).
Dirjen Tb Haeru Rahayu memastikan, budidaya lobster di Indonesia boleh dilakukan oleh semua lapisan masyarakat, baik skala mikro, kecil menengah, hingga besar, selama memiliki izin yang didaftarkan melalui sistem Online Single Submission (OSS) dan memenuhi enam persyaratan yang telah ditetapkan oleh KKP.
Meliputi persyaratan lokasi, daya dukung lingkungan perairan, sarana dan prasana budidaya, penanganan penyakit, penanganan limbah, hingga penebaran kembali (restocking) minimal 2% dari hasil panen. “Kenapa limbah dan restocking ini menjadi sangat penting, karena konsep kita ke depan adalah blue economy,” ujar Tebe.
Untuk mendukung tumbuhnya kegiatan budidaya lobster di Indonesia, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) turut menggandeng asosiasi yang concern pada budidaya lobster baik di dalam maupun luar negeri. Tujuannya agar pembinaan budidaya lobster kepada masyarakat bisa lebih masif dilakukan, termasuk dalam hal teknologi dan pemasaran.
Lanjut Tebe, pihaknya tengah menggodok kerja sama dengan pihak asuransi sebagai dukungan jaminan usaha bagi para pembudidaya lobster di Indonesia. Pinjaman modal juga akan diberikan melalui BLU LPMUKP yang ada dibawah naungan KKP.
“Sementara untuk juknis yang menjadi pegangan teman-teman di lapangan, hari ini kita akan pleno kan tuntas dan akan kita masukkan ke Biro Hukum. Mudah-mudahan minggu depan kita sudah clear and clean dan sudah bisa operasional,” pungkas Tebe
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini memastikan kemudahan usaha budidaya lobster di Indonesia tetap sesuai dengan prinsip ekonomi biru agar tidak terjadi eksploitasi pada biota laut tersebut. Salah satu wujudnya yakni penetapan kuota dan lokasi penangkapan BBL berdasarkan rekomendasi dari Komnas Kajiskan. Penangkapan benur di alam juga harus menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
“Jadi kami (KKP) tidak semerta-merta mengeluarkan sendiri terhadap kuota ini. Tapi ditetapkan oleh Komnas Kajiskan. Alat penangkap yang digunakan pun harus bersifat pasif,” ujar Zaini.
Lanjut Zani., lahirnya PermenKP 17/2021, sambungnya, juga memberi dukungan bagi pertumbuhan ekonomi nelayan-nelayan kecil. Sebab yang boleh menangkap benur di alam adalah nelayan yang menggunakan kapal di bawah 5 GT.
Dialog Bincang Bahari yang diikuti para stakeholder dan akademisi tersebut turut membahas tentang skema restocking hasil panen, hingga sertifikasi produk lobster sebagai upaya menjaga kualitas produk yang dihasilkan untuk meningkatkan kepercayaan pasar, khususnya intern.(Gufron/Juli2021).