M. Ali Mahrus Bereaksi Keras Terhadap Usulan Perda Tentang Pemberdayaan Janda dan Poligami

banner 468x60

Banyuwangi, pedulibangsa.co.id – Menanggapi persoalan usulan tentang pemberdayaan janda dan poligami bagi Aparatur Sipil Negara ( ASN ) yang digaungkan oleh ( BSR ) mendapat reaksi keras dan kritikan pedas dari Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Banyuwangi M. Ali Mahrus, Selama (31/5/2022).

Pasalnya, usulan tersebut dianggap tidak memiliki dasar dan kajian secara akademis serta kurang tepat.

Muhammad Ali Mahrus, S. Hi selaku Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Banyuwangi menjelaskan, usulan Basir kurang tepat dan tidak mendasar.

“Menanggapi pernyataan saudara Basir terkait rencana usulan Perda tentang Pemberdayaan Janda dan poligami bagi ASN, bagi saya usulan ini lucu, menggelitik dan kurang tepat serta tidak berdasar,” jelasnya.

”Memang betul di Banyuwangi sendiri angka perceraian cukup tinggi, namun bukan berarti usulan perda menjadi solusi. Seharusnya Basir menganalisa dengan cermat bagaimana skema konstruksi hukum Perundang-undangan di Indonesia, tidak mudah mengusulkan berdasarkan asumsi tanpa dasar data dan fakta di lapangan,” tambah Mahrus.

Inti dari Perda itu dibuat untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakat. Namun demikian tidak serta merta hal ihwal yang menyangkut perlindungan dan kesejahteraan rakyat harus diperdakan.

Pertama, urusan janda ini ya perlu diklasifikasikan, yang butuh pemberdayaan itu janda yang seperti apa, janda tua atau muda, miskin, atau kaya.

”Nah, jika usulannya urusan pemberdayaan, tanpa Perda pun sudah bisa dilakukan selama ini oleh Pemda Banyuwangi. Kalau usulan pemberdayaannya sekedar usulan pelatihan sebagaimana yang disampaikan Basir, di beberapa SKPD sudah banyak program-program pelatihan seperti pelatihan memasak, buat kerajinan, menjahit. Itu saja sudah cukup, tinggal sasarannya saja yang di usulkan untuk janda yang seperti apa tanpa harus mengusulkan perda,” tandas Mahrus.

Masih Mahrus, karena urusan pembuatan Perda ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bisa mencapai milyaran mulai dari pembuatan naskah akademik, biaya-biaya rapat, konsultasi, studi banding. Yang hal tersebut sama-sama dilakukan oleh eksekutif maupun legislatif.

Kedua, jangan sampai mengusulkan Perda berdasarkan asumsi tanpa dasar fakta dan basis kebutuhan di lapangan, sebab perda-perda yang sudah disahkan saja banyak yang mandul, karena urusan perda dijalankan atau tidak itu tergantung pada substansi isi aturannya, aparat penegak perdanya, dan juga kultur masyarakatnya.

”Jadi, jangan sampai Perda sudah disahkan ternyata hasil di lapangan sangat tidak memuaskan, kalau sudah begini, yang dirugikan adalah rakyat, karena uang yang digunakan bersumber dari rakyat,” tegasnya.

Ketiga, perda itu dibuat harus dengan analisa yang matang mulai dari kajian yuridis, sosiologis, filosofis nya apa memang dibutuhkan dalam rangka pengendalian, pengaturan, pemberdayaan dan lain-lain.

Lalu yang ke empat, apakah Basir sudah melakukan kajian-kajian yang dibutuhkan dalam upaya melakukan pemberdayaan kepada para janda, apalagi solusinya malah ASN suruh poligami, jangan ASN, pak Basir saja yang suruh poligami, biar jadi contoh yang dianggap baik.

”Jadi kalau hanya sekedar viral ya bolehlah, tapi ya menyesuaikan dengan kapasitas dan identitas karena ini menyangkut lembaga Pemerintah. Mungkin dia pakai kaidah KHOLIF, TU’ROF (nyeleneh itu musti terkenal),” pungkasnya. (Red)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *